Mengenal Tagar, Kunci Menegarkan Informasi!
Gambar 1. Tagar berfungsi dalam menjaring informasi. Bagaimana implikasinya?
(Sumber Gambar: https://www.business2community.com)
Pada hakikatnya, informasi merupakan kebutuhan semua orang tanpa terkecuali. Informasi dengan berbagai topik seperti gaya hidup, bisnis, teknologi, kesehatan, politik, ekonomi, dan lain-lain memberi kita asupan pengetahuan tentang apa yang terjadi di dunia. Dengan berkembangnya zaman, informasi pun kian mudah diedarkan dengan beragam cara, misalnya melalui beragam platform media sosial.
Dewasa ini, media sosial sudah tak lagi sekadar menjadi pengedar informasi, melainkan juga panggung ekspresi. Berkat media sosial, semua orang saat ini bisa dikatakan hidup di dalam dua dunia – maya dan realita. Merambahnya seluruh komunitas dalam media-media sosial berujung pada banjir informasi yang menjadikan informasi kini balik saling bersaing untuk dikonsumsi oleh khalayak ramai.
Lalu, dengan adanya banjir informasi tersebut, bagaimana caranya agar kita sebagai konsumen dapat memperoleh informasi yang diinginkan secara cepat dan tepat? Sebaliknya pula, sebagai pengedar informasi, seperti apakah upaya yang bisa dilakukan untuk mem-booming-kan suatu topik di media sosial agar lebih mudah terdeteksi khalayak ramai? Berikutnya, dalam artikel ini, kita akan mengenal tagar yang hadir sebagai formula yang mengaktualisasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Tagar atau dalam istilah asing dikenal dengan hashtag adalah akronim dari kata tag dan pagar. Tanda tagar merupakan tanda pagar pada awal kata atau frasa yang diketikkan pada jejaring sosial. Tagar bisa berupa satu kata, singkatan, kombinasi huruf dan angka, atau frasa yang dibuat. Jika berupa frasa, tidak boleh ada spasi di antara kata. Semua huruf dan angka harus diketikkan bersama tanpa spasi di dalamnya. Selain itu, tidak boleh ada tanda baca atau simbol pada tagar (selain simbol # di awal). Angka boleh digunakan, tetapi harus memiliki setidaknya satu huruf dengan angka sebab tagar tidak boleh seluruhnya terdiri dari angka.
Tagar memudahkan pengklasifikasian informasi yang beredar di media sosial. Melalui keberadaan tagar, pembaca bisa dengan mudah memperoleh informasi yang sedang trending dan juga menjelajah informasi yang sudah basi. Tagar pun juga menjadi alat dalam mem-booming-kan suatu isu atau gerakan bersama. Contohnya adalah pada masa pandemi ini ketika tagar yang mengungkapkan rasa terima kasih dan syukur terpantau meningkat sebanyak 20 persen, seperti ucapan terima kasih bagi guru, garda COVID-19, dan tenaga medis. Begitu pula ketika masyarakat sedang hangat memperbincangkan UU Cipta Kerja pada tahun 2020 silam. Tagar #gagalkanomnibuslaw sempat berada di posisi teratas sebagai tagar yang diekspresikan di tahun 2020 melalui Twitter. Dalam contoh-contoh tersebut jelas tergambar bagaimana tagar mengubah problematika sosial menjadi makanan empuk bagi publik. Secara ajaib, kemunculan tagar-tagar seperti ini pun juga melipatgandakan empati publik (terkhususnya kaum muda) untuk peka terhadap sekelilingnya.
Lebih lanjut, tagar memiliki banyak aplikasi. Tagar mampu menghimpun audiens dalam skala besar, mewujudkan branding awareness secara berkala, menargetkan kelompok atau komunitas secara spesifik, dan memanfaatkan topik yang trending demi mencapai keuntungan. Tagar juga turut membantu untuk menemukan komunitas jika berhasil menemukan topik yang sesuai dalam suatu kampanye, misalnya kampanye brand, kampanye politik, dan sebagainya. Pemasar bisnis yang kecil dapat menggunakan tagar untuk merumuskan cara inventif agar produk atau jasa mereka berkembang pesat. Sebagai contoh, penggunaan #pariwisatajogja. Ada sebanyak 19.700-an posting-an yang menggunakan tagar tersebut di Instagram. Tentunya ini bisa dimanfaatkan bagi banyak pihak, seperti Usaha Kecil dan Menengah (UKM) karena menaikkan engagement media sosial yang mereka kelola dan pelancong yang hendak berwisata.
Namun, terlepas dari segala fungsi di atas, tagar pun bisa menjadi pedang bermata dua. Dibutuhkan kebijaksanaan dalam melabelkan suatu tagar. Budaya tagar memang bisa menggelorakan ekualitas setiap golongan dan kepentingan publik. Tetapi, tagar pun juga bisa membuka peluang penyebarluasan ujaran kebencian oleh beberapa oknum tak bertanggung jawab sehingga penggunaannya malah menyimpang. Bila demikian, probabilitas tagar sebagai utilitas yang seharusnya dimaksimalkan oleh kepentingan umum justru akan dipertanyakan.
Musāvāda Veramaṇī Sikkhāpadaṁ Samādiyāmi ~ Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
Yuk, pergunakan tagar sesuai dengan pengertiannya serta berdasarkan norma sosial dan agama yang berlaku di masyarakat!
Referensi:
Asih, N., 2020, ‘Twitter Rilis Tagar Populer 2020, #gagalkanomnibuslaw Teratas’, diakses pada 11 Januari 2021, dari https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201208110609- 185-579296/twitter-rilis-tagar-populer-2020-gagalkanomnibuslaw-teratas
Ryan, O., 2020, ‘Hashtag Marketing: How to Use Hashtags for Better Marketing Campaigns’, diakses pada 25 Januari 2021, dari https://mention.com/en/blog/hashtag-marketing-how-to-use-hashtags-for-better-marketing-campaigns/
Campbell, A., 2013, ‘What is a Hashtag? And What Do You Do with Hashtags?’, diakses pada 25 Januari 2021, dari https://smallbiztrends.com/2013/08/what-is-a-hashtag.html
Utammo, 2017, ‘Penerapan Pancasila Buddhis dalam Kehidupan Sehari-hari’, diakses pada 27 Januari 2021, darihttps://majalah-hikmahbudhi.com/penerapan-pancasila-buddhis-dalam-kehidupan-sehari-hari
Profil Penulis:
Gary Neville, mahasiswa manajemen tahun pertama Universitas Gadjah Mada dan tim redaksi Eka-citta Kamadhis UGM 2021. Penerima penghargaan nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pemenang pertama Festival Literasi Sekolah 2019 dan Penulis Terpilih dalam Festival Literasi Tangerang Selatan 2019 ini memulai dunia sastranya sejak 2018. Kini, ia berusaha memperluas zona nyaman dengan giat belajar dalam kepenulisan artikel ilmiah populer. Mari bersua suka di garyneville.gar@gmail.com atau Instagram @nev_gary.