Pernahkah terlintas dalam pikiran teman-teman, mengapa ada orang yang terlahir miskin, tetapi saat dia beranjak dewasa dia menjadi orang yang bergelimang harta atau mengapa ada orang yang terlahir kaya, tetapi mendadak bangkrut dan jatuh miskin? Apakah nasib bisa berubah seiring berjalannya waktu? Lalu, apakah karma turut andil dalam hal ini? Mari kita simak penjelasan dari sudut pandang agama Buddha.
Mungkin kita pernah atau bahkan sering mendengar dan menonton perjalanan hidup para pengusaha yang merintis karirnya mulai dari nol. Bahkan, mungkin beberapa dari mereka bercerita dirinya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Keberhasilan mereka tentunya merupakan hasil kerja keras mereka selama ini. Selain mendengar atau menonton kisah sukses, tentunya kita juga pernah mendengar cerita tentang bangkrutnya sebuah toko atau perusahaan. Penyebab bangkrutnya toko atau perusahaan belum tentu karena mereka tidak berusaha untuk mempertahankannya, tetapi tentu saja ada faktor-faktor luar yang memengaruhinya. Ternyata, karma turut andil dalam memengaruhi nasib seseorang.
Menurut KBBI, nasib adalah sesuatu yang sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang. Nasib seseorang dapat berupa nasib baik maupun nasib buruk. Namun, pengertian nasib ternyata berbeda dalam agama Buddha. Menurut agama Buddha, nasib merupakan sesuatu yang tidak kekal dan dapat diubah. Nasib dapat berubah seiring dengan apa yang kita perbuat di masa lampau atau di masa kini yang nantinya akan berdampak untuk kita di masa mendatang. Sang Buddha pernah bersabda mengenai karma dalam Samyutta Nikaya:
“Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebajikan dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan memetik buah-buah daripadanya.”
Sebagai umat Buddha, kita mengenal Kamma Niyama atau Hukum Karma. Diterangkan bahwa menurut Kamma Niyama, karma dibagi menjadi empat, yaitu:
- Karma yang menyebabkan kelahiran.
- Karma yang mendukung buah karma yang tengah dialami.
- Karma yang mengurangi buah karma yang sedang dialami.
- Karma yang memotong karma yang menyebabkan kelahiran.
Dalam pembahasan kali ini, hukum karma yang berhubungan dengan topik yaitu hukum karma ketiga dan keempat. Hukum karma yang mengurangi buah karma yang sedang dialami berarti bila saat ini kita sedang berada dalam fase sulit, kita dapat menghapus atau meninggalkan fase tersebut dengan cara menebar benih yang baik. Kita dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menghapus buah karma buruk yang sedang kita alami. Sebaliknya, bila kita sedang merasakan kesuksesan dan kita lupa untuk melakukan perbuatan baik, kita bisa saja terjatuh ke jurang penderitaan dan kehilangan semua yang telah kita peroleh. Dengan kata lain, hukum karma ini mengatakan bahwa kebahagiaan dapat ditingkatkan dan penderitaan dapat dikurangi. Hukum karma yang memotong karma yang menyebabkan kelahiran mempunyai makna bahwa kita bisa mengubah keadaan kita yang telah kita bawa dari lahir.
Dengan demikian, di dalam agama Buddha nasib merupakan suatu hal yang tidak mutlak, tidak kekal, dan dapat diubah. Bagaimana cara mengubah nasib? Kita bisa melakukan perbuatan-perbuatan baik sesuai dengan ajaran agama Buddha. Oleh karena itu, teruslah berusaha untuk mencapai semua mimpi kita dan jangan lupa untuk melakukan perbuatan baik agar kita dapat menuai benih yang baik. Salam sehat!
Profil Penulis:
Dila Hargeliana Karitra, seorang mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Seorang mahasiswa biasa yang baru saja terjun di dunia kepenulisan dan berlatih menulis dengan bergabung ke dalam Tim Redaksi Eka-citta. Penulis dapat dihubungi melalui email dilakaritra@mail.ugm.ac.id atau Instagram: @dilakaritra
Referensi:
Bhikkhu Uttamo, 2016, ‘Hukum Kamma’, diakses pada 25 Januari 2022, dari https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/hukum-kamma/.
Samaggi Phala, 2016, ‘Nasib, Dapatkah Diubah?’, diakses pada 25 Januari 2022, dari https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/nasib-dapatkah-di-ubah-3/.