Alur kehidupan dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan kematian. Berjumpa dengan pertemuan dan berpisah dengan perpisahan. Sebuah kepastian yang dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang umur, latar belakang, maupun jenis kelamin. Diawali dengan sebuah pertemuan yang singkat, diakhiri dengan sebuah rasa sakit dan hampa yang terasa amat sangat panjang. Hal ini, sebuah hal yang tidak dapat kita hindari.
Dimulai dari pertemuan dengan kedua orang tua kita yang sudah menghadirkan diri ini ke dunia ini, yang diakhiri dengan perpisahan karena jarak, konflik, maupun maut. Alur itu tidak dapat kita hindari. Cepat atau lambat alur itu pasti akan berlangsung, baik terhadap seorang teman, sahabat, maupun musuh akan ada saatnya kita dipisahkan dengan mereka. Entah karena kematian atau sekadar tak lagi satu frekuensi.
Hal yang sulit dalam alur ini terletak pada akhirnya, bagaimana cara berdamai dengan perpisahan itu. Jika perpisahan yang dimaksud hanya dengan seseorang yang kurang cocok dengan kita, mungkin hal itu bisa menjadi sebuah proses yang mudah. Namun, jika orang yang terlibat merupakan seseorang yang berhubungan baik dengan kita, dapatkah kalian berdamai semudah itu?
Rasa kemelekatan akan merasa memiliki yang membuat seseorang dapat merasa kehilangan atau salah satu bentuk Dukkha yang dialami oleh manusia. Dengan adanya kemelekatan atau Upadana ini, seseorang yang kehilangan benda sekecil apapun bisa merasakan sedih yang mendalam dan mungkin saja menurut orang lain bukan sebuah hal yang besar.
Mungkin setelah membaca untaian paragraf tadi, teman-teman bertanya-tanya mengenai awal atau penyebab dari sebuah kemelekatan. Kemelekatan berawal dari nafsu keinginan. Dengan adanya nafsu keinginan, kita jadi melekat dan ingin menggenggam hal-hal yang kita senangi dengan begitu erat. Setelah itu, kita akan memiliki keinginan untuk mempertahankannya dan menjadi menderita ketika kehilangan hal tersebut.
Dalam Dhammapada, Piya Vagga, syair 214 berbunyi:
Ratiya jayati soko, ratiya jayati bhayam
Ratiya vippamuttassa, natthi soko kuto bhayam
Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan;
Bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan;
Dikatakan juga dalam Dhammapada syair 210 bahwa “Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Berpisah dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan.”
Untuk memahami isi dari Dhammapada tersebut, kita dapat memulai dari beberapa hal yaitu:
- Memahami bahwa segala sesuatu adalah tidak kekal (Anicca).
- Memiliki ketabahan dalam menghadapi kehilangan (Khanti).
- Memiliki sahabat sejati yang sangat peduli (Kalyanamittata).
- Melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain (Atthacariya).
Namun, meski sudah menjalani hal-hal tersebut, rasa hampa itu pasti akan tetap datang dan alur kehidupan itu pasti akan berlangsung dan hal itu merupakan yang wajar. Hal terpenting dalam proses perdamaian ini adalah mengingat bahwa perpisahan akan terjadi pada siapa saja. Siap atau tidak siap, kita pasti akan mengalaminya pada waktu yang tidak dapat kita duga. Yang harus kita jalankan sekarang yaitu bersama-sama dengan orang-orang terkasih yang ada di sekeliling kita.
Profil Penulis:
Peter Suramin, seorang mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada yang sudah memiliki beberapa pengalaman dalam dunia kepenulisan. Namun, masih dalam proses belajar sehingga bergabung ke dalam Tim Redaksi Eka-citta. Penulis dapat dihubungi melalui email peter.sur2003@mail.ugm.ac.id atau instagram @parkchris21.
Referensi:
Bhikkhu Ratanajayo, ‘Menghadapi Kehilangan’, diakses pada 25 Agustus 2022, melalui https://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=1013.