EC Article February Edition 2023

| By kamadhis.ukm

background

Apakah Manusia Sehebat Yang Mereka Pikirkan?

Gambar 1. Kita adalah apa yang kita pikirkan (Sumber gambar: mikenwillies.com)

Pernahkah kamu mendengar kutipan “Manusia hanya menggunakan sepuluh persen dari kemampuan otaknya setiap hari dan orang-orang seperti Albert Einstein dan Elon Musk adalah manusia yang spesial karena menggunakan lebih dari sepuluh persen kemampuan otaknya“? Kutipan tersebut dapat membuat kita sebagai pembaca meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang spesial dan mampu melakukan segalanya. Namun, sayangnya kutipan tersebut salah dan faktanya manusia menggunakan seluruh bagian otaknya secara maksimal, sehingga muncullah pertanyaan dari mana kutipan tersebut berasal? Ternyata kutipan ini mulai mencuat ke publik pada masa maraknya motivasi menuju kesuksesan. Motivator menggunakan kutipan di atas maupun slogan-slogan yang serupa seperti “Nothing Is Impossible” untuk menarik minat masyarakat untuk mengikuti seminar yang mereka adakan.

Kembali ke permasalahan di atas, yang berpotensi membuat orang yang membacanya berpikir “Apabila orang lain bisa mencapai suatu hal, maka ia pasti bisa juga”. Cara berpikir tersebut sangat berbahaya dikarenakan setiap orang memiliki keunikannya tersendiri, artinya apabila orang lain bisa menjadi ahli pada suatu bidang, maka kita tidak seratus persen bisa menjadi ahli pada bidang tersebut juga. Kita harus menyadari kekuatan kita sendiri, ibarat ikan yang iri dengan kemampuan monyet yang mampu bergelantungan di pohon. Jika ikan tersebut memaksakan melatih kemampuan bagaikan monyet, maka seumur hidup ikan akan menganggap dirinya bodoh. Alangkah baiknya ikan tersebut melatih kemampuan berenangnya.

Apabila manusia memang sehebat yang dijelaskan di kutipan di atas, maka teori yang menyatakan manusia itu sebagai makhluk sosial akan terbantahkan. Dengan adanya keterbatasan dan keunikan setiap manusia, mereka menjadi makhluk yang memerlukan manusia yang lain. Setiap manusia memenuhi manusia yang lain, itulah yang menciptakan teori manusia sebagai makhluk sosial. Dapat dibayangkan apabila manusia dapat menguasai semua dengan sempurna, maka ia tidak akan memerlukan manusia yang lain, kehidupan ini akan sangat hampa, tidak adanya warna-warna yang menghiasi dunia, dan ego manusia akan sangat tinggi. 

Kesimpulannya, apa yang harus kita lakukan? 

  • Akui kalau kita adalah makhluk yang tidak lebih superior dibandingkan manusia lainnya, sehingga ruang untuk belajar bagi kita semua akan terbuka lebar. 
  • Kembangkan keunikan atau kemampuan yang kita miliki dan jangan bandingkan diri kita dengan orang lain, karena kemampuan kita akan melengkapi kekurangan orang lain.
  • Hidup dengan semangat kolaborasi dibandingkan kompetisi, karena kolaborasi yang akan menyatukan semua kelebihan individu menjadi suatu mahakarya. 

Dalam hal ini, kompetisi tidak dapat digeneralisir sebagai hal yang buruk. Namun, apabila semua hal selalu dibanding-bandingkan, akan menyebabkan individu kehilangan minatnya pada kegiatan yang jarang diperhatikan.

Gambar 2. Sepenggal motivasi hari ini (Sumber gambar: dokumentasi pribadi)

Profil penulis:

Darwin Tandjo, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada yang memiliki ketertarikan pada bidang keuangan, perekonomian, dan geopolitik. Namun, selalu terbuka untuk mendalami topik di luar ketiga bidang tersebut melalui karya tulisnya yang difasilitasi oleh Tim Redaksi Eka-citta. Apabila memiliki ketertarikan untuk bekerja sama, penulis dapat dihubungi melalui email darwintandjo@mail.ugm.ac.id atau instagram @darwintandjo10.

Referensi:

Badan LitBang, 2018, “Manusia Hanya Gunakan 10 Persen Kemampuan Otaknya”, diakses pada 16 Januari 2023, melalui https://litbang.kemendagri.go.id/website/manusia-hanya-gunakan-10-persen-kemampuan-otaknya/.