EC Article August Edition

| By kamadhis.ukm

background

Ekspektasi: Penderitaan atau Penyemangat Aku?

A person covering her face with her hands

Description automatically generated with medium confidence

Susah ya menuruti ekspektasi orang lain (Sumber Gambar: https://www.detik.com/)

“Kamu harus bisa mendapat peringkat satu, ya!”

“Setelah lulus, kamu harus segera dapat kerja, ya!”

“Aku berharap banyak sama kamu, nih!”

Pasti pernah kan ‘harapan-harapan’ macam di atas terlontar ke kita? Nah, pertanyaannya adalah apakah setelah mendengarnya kita menjadi makin bersemangat atau justru sebaliknya? Ya, memang sering banget orang lain memberi kita harapan-harapan tersebut dengan ke maksud mendukung menyemangati kita, atau sebaliknya. Bisa jadi mereka menaruh harapan atau ekspektasi yang besar kepada kita karena mereka menganggap kita mampu.

Menurut Sutisna, ekspektasi adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki oleh individu. Ekspektasi juga bisa diartikan sebagai sebuah harapan. Memiliki sebuah harapan merupakan suatu hal yang baik, tetapi apabila harapan tersebut terlampau besar, hal itu dapat membuat kita merasa tertekan. Sama halnya dengan ekspektasi orang lain kepada kita yang bisa membuat kita menjadi terpacu, tetapi eskpektasi yang terlalu tinggi bisa membuat kita menjadi tertekan, terbebani, atau membuat kita membenci diri kita sendiri karena tidak bisa memenuhi ekspektasi-ekspektasi orang lain. Bila kamu merasakan tertekan atau menderita karena ekspektasi orang lain kepadamu, berarti perkataan mereka menjadi toxic (racun) untuk kamu. Apa maksudnya tuh? Toxic ini bukan berarti racun yang diminum atau disuntikkan itu, ya. Toxic di sini berarti sesuatu yang berpengaruh buruk untuk mental kita.

Seperti yang telah tertulis di atas, saat mendengar perkataan orang lain mengenai ekspektasi mereka terhadap kita, mungkin saat itu kita merasa terpacu dan ingin mencapainya. Namun, saat kita gagal, rasanya seperti dunia tidak berpihak pada kita dan membuat kita terluka. Selain itu, terkadang orang-orang, yang tidak tahu bagaimana perjuangan kita, dengan gampang melontarkan perkataan-perktaan seperti “Gitu aja masa gak bisa, sih? Bukannya kamu anak pintar, ya?” yang kemudian membuat kita merasa kecewa dan tidak berguna. Pada kesempatan selanjutnya, kita menjadi berusaha lebih keras lagi agar bisa memenuhi segala perkataan mereka. Tak ayal, kita pun menjadi lupa bahwa kita tidak sempurna dan malah tidak memaafkan diri kita sendiri – alias kita menjadi ‘jahat’ kepada diri sendiri.

Dengan adanya ekspektasi tinggi orang lain kepada diri kita terkadang membuat kita merasa menderita. Setiap makhluk yang ada di dunia ini mempunyai kekurangan, kelebihan, ketakutan, dan keberanian masing-masing. Oleh karena itu, pada dasarnya kita tidak bisa membandingkan diri kita dengan orang lain. Saat orang lain menaruh ekspektasi yang besar kepada kita, sebaiknya kita menerima hal tersebut untuk sekadar dijadikan motivasi, tetapi jangan sampai terlalu keras kepada diri kita sendiri. Saat pada kenyataannya kita tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka, jangan menganggap bahwa diri kita lemah dan tidak mampu untuk melakukan segala hal. Saat kegagalan menghampiri hidup kita, tentu saja kita merasa sedih dan kecewa, namun berpikirlah bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya dan percayalah bahwa segala hal yang hilang akan berganti dengan hal yang lebih baik. Lagipula, hanya kita sendiri yang tahu seberapa besar perjuangan kita untuk mendapatkan sesuatu hal.

Lebih lanjut, melalui Kebenaran Mulia ke-3, Sang Buddha mengajarkan cara untuk terbebas dari penderitaan yaitu dengan lebih dulu bebas dari lingkaran keinginan duniawi atau dikenal sebagai tanha. Pelepasan ini akan membawa kita dalam kedamaian pikiran sejati yang mana membuat kita mengakui dengan sadar bahwa kita sedang menderita. Jadi, ketika kita pada akhirnya ikut-ikutan dikecewakan karena tak tercapainya ekspektasi yang tadinya diharapkan orang lain pada kita, cobalah untuk mengubah kata “Saya sedang menderita” menjadi “Memang penderitaan itu ada”. Sesudahnya, jangan lupa untuk perlahan melepas penderitaan tersebut, ya. Salam bahagia! 

Gambar 2. Sepenggal motivasi untuk hari ini (Sumber gambar: Dokumen Pribadi)

Profil Penulis:

Dila Hargeliana Karitra, seorang mahasiswa Farmasi Universitas Gadjah Mada. Seorang mahasiswa biasa yang baru saja terjun di dunia kepenulisan dan berlatih menulis dengan bergabung ke dalam Tim Redaksi Eka-citta. Penulis dapat dihubungi melalui email dilakaritra@mail.ugm.ac.id atau Instagram: @dilakaritra

Referensi:

Permana, D., 2019, 4 Arti Ekspektasi Menurut Para Ahli dan Contohnya, diakses pada 3 Agustus 2021, melalui https://tedas.id/pendidikan/publik/arti-ekspektasi/

Sumedho, V.A., 2016, Empat Kesunyataan Mulia – Ajahn Sumedho, diakses pada 3 Agustus 2021, melalui https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/empat-kesunyataan-mulia-ajahn-sumedho/

Alvirzhie, S., 2020, Memahami Diri Sendiri, Checklist, Yogyakarta.