Bagaimana Sang Buddha Memandang Demokrasi?
Gambar 1. Demokrasi, sebuah elemen kebangsaan (Sumber Gambar: https://suarakebebasan.id/)
Indonesia adalah negara demokrasi yang melindungi hak setiap individu dalam menyuarakan pendapat, akan tetapi pada praktiknya prinsip tersebut masih sering menuai garis abu-abu. Sebagai contoh, belum lama ini, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), dalam pidatonya meminta agar masyarakat lebih aktif dalam menyuarakan kritik dan masukan terhadap kinerja pemerintah. Permintaan Jokowi tersebut rupanya justru ditanggapi dengan kebingungan oleh masyarakat. Pasalnya, banyak masyarakat yang merasa bahwa selama ini kritik dan saran yang mereka layangkan pada pemerintah seringkali malah dianggap sebagai bentuk pelanggaran aturan hukum, utamanya berkaitan dengan UU Informasi dan Transkasi Elektronik (ITE).
Pusing juga, ya. Jadi, sebenarnya bagaimana sih demokrasi ini seharusnya berjalan? Apa manfaat ada demokrasi untuk suatu bangsa?
Gambar 2. Bagaimana Sang Buddha memandang konsep demokrasi? (Sumber Gambar: https://www.walubi.or.id/)
Dalam sejarah Buddhisme, topik mengenai demokrasi pernah diangkat oleh Sang Buddha. Beliau berpendapat bahwa demokrasi yang sehat sangat diperlukan untuk kemajuan suatu bangsa. Sang Buddha menganjurkan demokrasi sebagai toleransi, pemikiran mengenai diskusi, kebebasan memilih, serta tanpa kekerasan dan ketidakadilan. Lebih lanjut, mari kita menyimak kisah berikut!
Raja Ajatasattu dari Magadha, India Timur berkeinginan untuk menghancurkan sebuah suku bernama Vajji. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada Sang Buddha melalui Brahmana Vassakara. Brahmana Vassakara pun menghadap Sang Buddha dan menyampaikan pesan Raja Ajatasattu. Setelah mendengar pesan tersebut, Sang Buddha kemudian berbicara pada Ananda, salah satu murid beliau. Beginilah kata Sang Buddha:
“Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji itu sering berkumpul untuk mengadakan musyawarah, dan musyawarah mereka apakah berlangsung dengan lancar serta selalu dicapai kata mufakat?”
“Pernahkah kau mendengar, apakah suku Vajji itu dalam permusyawaratan-permusyawaratannya selalu menganjurkan perdamaian, dan apakah di dalam menyelesaikan berbagai masalah yang mereka hadapi, mereka selalu dapat menyelesaikan dengan damai?”
“Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji sangat menghormati dan menghargai tempat-tempat suci mereka dan mereka dengan taat melaksanakan puja bhakti, baik di tempat suci yang ada di kota maupun yang ada di luar kota?”
Ananda mengiyakan pertanyaan dari Sang Buddha sehingga Sang Budha balik berucap, “Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang harus kita harapkan, bukan kemundurannya.”
Lalu, Sang Buddha pun menyampaikan kepada Brahmana Vassakara, “Pada suatu ketika, kami berdiam di Vesali, di cetiya Sarandada. Di cetiya itu kami telah mengajarkan kepada suku Vajji mengenai tujuh syarat untuk membina kesejahteraan suatu bangsa. Selama syarat itu dapat dihayati dan diamalkan dengan baik, maka perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya kita harapkan, bukan kemundurannya.”
Seperti itulah bagaimana Sang Buddha memandang suatu bangsa atau kaum yang saling berdiskusi dan menyampaikan pendapat secara damai dan sehat (alias demokrasi). Sang Buddha bermaksud bahwa demokrasi hendaknya direalisasikan atau disampaikan secara baik dan benar agar tercapai sebuah kesejahteraan untuk kaum atau bangsa itu sendiri.
Lebih lanjut, sesudah menyampaikan pesannya pada Brahmana Vassakara, Sang Buddha menyuruh Ananda untuk mengumpulkan para bhikkhu. Sang Buddha mengatakan pada mereka:
“Hendaknya kalian, para bhikkhu yang telah berjumlah besar ini terus berkumpul dan bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Di dalam pertemuan-pertemuan, para bhikkhu hendaknya selalu menganjurkan persatuan dan perdamaian.”
Kesimpulannya, demokrasi dalam suatu negara bertujuan untuk menyejahterakan kepentingan masyarakat. Demokrasi didefinisikan sebagai kebebasan berbicara dalam menyampaikan ide, kritik, serta gagasan baik untuk pemerintahan atau untuk masyarakat itu sendiri. Apabila demokrasi berjalan layaknya khotbah yang dikatakan oleh Sang Buddha, maka kesejahteraan pasti didapat oleh bangsa tersebut.
Gambar 3. Sepenggal motivasi untuk hari ini (Sumber Gambar: Dokumen Pribadi)
Profil Penulis
Randy Arfian, seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 di Fakultas ISIPOL Universitas Gadjah Mada yang juga tergabung sebagai staf Tim Redaksi Eka-citta. Seorang penulis biasa yang tertarik dengan ilmu politik dan Agama Buddha. Penulis dapat dihubungi lewat email randy.arfian908@mail.ugm.ac.id atau Instagram @randyarfian02
Referensi:
Honger, S. V., 2020, ‘Agama Buddha dan Politik Demokrasi’, diakses pada 25 Februari 2021, dari https://buddhazine.com/agama-buddha-dan-politik-demokrasi/
Samaggi Phala, 2016, ‘Maha Parinibbana Sutta’, diakses pada 25 Februari 2021, dari https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/maha-parinibbana-sutta/