EC-Article of the Month #10

| By admin

Mengapa Mengurangi Konsumsi Daging Bisa Mencegah Pemanasan Global?

Oleh Zulkifli Halim

      Istilah pemanasan global atau akrab disebut global warming oleh dunia internasional tentunya sudah bukan lagi topik yang asing. Pemanasan global inilah yang menjadi penyebab dari krisis perubahan iklim. Berdasarkan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), perubahan iklim akibat dari pemanasan global ini adalah hasil dari berbagai aktivitas manusia sejak pertengahan abad ke-20, kala industri dan teknologi manusia mulai berkembang pesat. Mengapa bisa demikian?

      Hal ini salah satunya disebabkan oleh industri dan teknologi yang menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai produk buangannya, contohnya CO2, NOx, SO2, CH4. GRK yang dibuang kemudian memicu kenaikan suhu. Gas-gas tersebut berkumpul di atmosfer, dimana keberadaan mereka pun menyebabkan terkurungnya panas matahari yang semestinya dipantulkan ke angkasa. Bagaimana bisa? Gas-gas ini seperti halnya pintu satu arah. Energi panas matahari diizinkan melewati lapisan atmosfer bumi, tetapi ketika dipantulkan kembali oleh bumi ke angkasa, panas justru dipantulkan kembali ke bumi oleh GRK. Inilah yang kemudian membuat bumi menjadi semakin panas. Ditaksir bahwa suhu di bumi rata-rata mengalami kenaikan sebesar 200C dalam 20 tahun terakhir. 

      Darimana sebenarnya GRK ini berasal? Jawaban umumnya adalah dari asap pembakaran kendaraan bermotor dan industri. Ada juga yang akan menjawab bahwa konsentrasi GRK di udara adalah karena penebangan hutan yang tak terkendali – padahal hutan adalah paru-paru dunia. Tetapi, tahukah kalian bahwa apa yang kita makan rupanya juga ikut ambil peran dalam problematika ini?

      Konsumsi terhadap daging rupanya juga menjadi salah satu biang keladi dari menumpuknya GRK di atmosfer kita. Kenapa? Apa hubungannya? Ingat baik-baik, bahwa daging yang kita konsumsi berasal dari hewan yang dikembangbiakkan di peternakan. Di peternakan inilah masalahnya berada. Peternakan melepaskan gas emisi berupa metana (CH4), dimana gas tersebut berasal dari kotoran hewan. Diperkiran emisi yang disumbang oleh sektor peternakan sendiri adalah 9% dari total GRK di dunia. Bila kemudian dikategorikan dalam jenis ternaknya, rincian emisi sektor peternakan adalah kurang lebih berasal dari sapi potong sebanyak 54%, sapi perah sebanyak 17%, domba sebanyak 9%, kerbau sebanyak 7%, babi sebanyak 5%, dan kambing sebanyak 4%. 

      Selain secara langsung menyebabkan pertambahan emisi GRK melalui ‘produksi’ metana, peternakan juga berperan secara tak langsung. Tentunya, untuk menciptakan areal peternakan (hitung pula area penggembalaannya) diperlukan lahan dan sumberdaya alam yang tidak sedikit. Darimana kita memperoleh lahan tersebut? Tentunya dengan membuka lahan yang semestinya merupakan area hutan. Padahal, sudah disebutkan sebelumnya bukan bahwa hutan adalah paru-paru dunia yang menjaga komposisi GRK di udara agar tidak berlebih. Sebagai contohnya saja, diperkirakan 80% alasan pembukaan lahan di Hutan Amazon adalah untuk keperluan peternakan. Kemudian, peternakan juga boros sumberdaya alam. Tidak mungkin bukan sapi yang dipelihara di peternakan tersebut tidak butuh minum dan makan? Untuk memproduksi skeitar 1 kg daging sapi saja kita perlu menyediakan 15000 liter air untuk kebutuhan si sapi semasa hidupnya. Daripada dibuat minum sapi, seharunsya kan air itu bisa untuk membantu mereka yang terdampak kekeringan. Belum lagi kebutuhan makan. Ditaksir 1/3 dari hasil panen dunia bukan ditranfer ke piring kita, melainkan ke ‘meja makan’ para hewan ternak. Padahal, produksi pangan tersebut juga berasal dari alih fungsi lahan hutan ke sektor pertanian, bukan? Nah loh!

       Jadi, mungkin ada baiknya kita mengurangi konsumsi daging kita. Kalau permintaan (demand) dari kita sebagai konsumen menipis, tentu tuntutan produksi untuk memenuhi supply juga akan menipis. Yuk, anekeragamkan menu makananmu dengan sayur-sayuran untuk ikut ambil peran mengatasi pemanasan global.

Referensi:

Anonim. (2014). Penelitian: Mengurangi Konsumsi Daging, Signifikan Tekan Pemanasan Global. Diakses pada 30 September 2020, dari https://www.mongabay.co.id/2014/01/03/penelitian-mengurangi-konsumsi-daging-signifikan-tekan-pemanasan-global/

Caro, D., Steven J. D., Simone B., Ken Caldeira. (2014). Global and regional trends in greenhouse gas emissions from livestock. Climatic Change Journal. Vol. 126: 203–216. 

Grossi, G., Pietro G., Andrea V., and Adrian G. W. (2019). Livestock and climate change: impact of    livestock on climate and mitigation strategies. Animal Frontiers Journal. Vol. 9 (1). 

Kianta, G. (2020). Hindari Konsumsi Daging, Benarkah Bisa Atasi Krisis Iklim? Diakses pada 13 September 2020, dari https://medium.com/@akujugaterdampak/hindari-konsumsi-daging-benarkah-bisa-atasi-krisis-iklim-d38d1d122b97

National Geographic Indonesia. (2016). Kurangi Konsumsi Daging, Menghindari Pemanasan Global. Diakses pada 30 September 2020, dari https://nationalgeographic.grid.id/read/13304579/kurangi-konsumsi-daging-menghindari-pemanasan-global?page=all