EC Article September Edition

| By kamadhis.ukm

background

Menggali Moral Konservasi Lingkungan dalam Buddhisme

Gambar 1. Buddhisme kaya akan pesan-pesan yang mengajak kita untuk memelihara alam lingkungan. Apa saja ya pesan-pesan tersebut? (Sumber Gambar: https://www.wallpaperflare.com/)

Alam dan manusia bagai sejoli yang tak terpisahkan. Alam menjadi rumah yang menyediakan berbagai kebutuhan manusia, sedangkan manusia (menurut berbagai ajaran agama) menjadi pengelola alam. Tetapi, dengan segala kemajuan yang telah manusia capai pada abad ke-21 ini, manusia justru menimbulkan lebih banyak permasalahan bagi alam lingkungan. Manusia dewasa ini mengeksploitasi alam hingga melampaui daya dukung alam itu sendiri. Akibatnya tentu saja adalah lingkungan hidup yang menjadi rusak dan balik mengancam kehidupan manusia pula.

Jadi, kalau mau dikata manusia sudah menyimpang dari perannya sebagai pengelola alam menjadi peruksa alam. Kali ini kita coba bersama melihat dari kacamata Buddhisme, seharusnya bagaimana manusia dalam mengelola serta menjaga kelestarian alam?

Agama Buddha memandang terdapat hubungan timbal balik antara kemoralan seseorang dengan kelestarian alam. Hal tersebut dikarenakan semua fenomena yang terjadi di alam semesta saling berinteraksi dan berpengaruh. Setiap hal yang terjadi, baik itu dilakukan oleh manusia, hewan, dan alam akan mengakibatkan sesuatu yang dampaknya akan dirasakan kembali oleh manusia, hewan, dan alam itu sendiri. Jika manusia merusak lingkungan, maka lingkungan akan memberikan dampak buruk kembali kepada manusia, dan demikian pula sebaliknya. Hubungan ini bersesuaian dengan yang dalam Buddhisme disebut sebagai hukum sebab-akibat (Paticcasamuppada).

Gambar 2. Lingkungan dan manusia adalah sama-sama bagian dari satu dunia yang saling menyeimbangkan antara satu dengan lainnya (Sumber Gambar: https://orlandoacupuncture.com/)

Sang Buddha tercatat memiliki perhatian yang khusus untuk hutan dan pohon, seperti dapat dilihat dalam Vanaropa Sutta (Samyutta Nikaya I: 32). Sang Buddha mengatakan bahwa penanaman kebun (aramaropa) dan hutan (vanaropa) merupakan bentuk tindakan jasa yang menganugerahkan jasa siang malam sebagai penolong. Sang Buddha juga menasihatkan para siswa-Nya untuk mencari tempat yang luas di tengah hutan dan kaki pohon untuk melaksanakan praktik meditasi. Udara menyegarkan dan suasana tenang dalam suatu lingkungan alami merupakan sarana yang tepat untuk pertumbuhan spiritual dan pencapaian kesucian batin. Selain itu, Sang Buddha dan para siswa-Nya tidak pernah merusak bibit-bibit yang masih dapat tumbuh maupun tumbuh-tumbuhan. Sang Buddha juga menetapkan suatu Vinaya bahwa seorang bhikkhu atau bhikkuni yang menyebabkan kerusakan pada tanaman dinyatakan bersalah. Para bhikkhu juga dianjurkan untuk tidak melakukan perjalanan pada musim hujan (masa Vassa) untuk menghindari kemungkinan membunuh hewan-hewan kecil dan melukai tanaman-tanaman selama dalam perjalanan. Dari sini, terlihat jelas bahwa Sang Buddha sangat mengapresiasi peran hutan, pohon, dan alam yang telah memberikan jasa yang begitu besar bagi kehidupan. Ajaran Buddha mengenai sikap penuh welas asih dan tanpa kekerasan tidak hanya berlaku terhadap semua makhluk hidup saja, tetapi juga berlaku terhadap tumbuh-tumbuhan dan alam.

Secara sederhana, paradigma konservasi lingkungan menurut ajaran agama Buddha bisa dirangkum melalui ayat Dhammapada 49 yang berbunyi, “Bagaikan seekor kumbang mengumpulkan madu dari bunga-bunga tanpa merusak warna dan baunya; demikian pula hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa.” Dalam ekosistem, kumbang tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus membayar bunga dengan membantu penyerbukannya. Perilaku tersebut seharusnya memberi inspirasi kepada kita untuk senantiasa ingat berterima kasih dan berusaha mewujudkan suatu kondisi yang saling menguntungkan dengan alam. Lagipula, manusia sendiri jugalah bagian dari alam, bukan entitas yang terpisah dari alam.

Gambar 3. Sepenggal motivasi untuk hari ini (Sumber Gambar: Dokumen Pribadi)

Yuk, kita berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan sesuai kemampuan kita masing-masing! Kita bisa memulia dengan hal-hal kecil seperti menghemat penggunaan energi di rumah hingga sekadar membuang sampah pada tempatnya. Ayo bersama lindungi alam!       

Profil Penulis:

Aliman, seorang mahasiswa Akuntansi Universitas Gadjah Mada. Seorang yang sebenarnya sudah antusias dengan dunia kepenulisan sejak lama, tetapi baru mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan minat tersebut melalui Tim Eka-citta. Penulis dapat dihubungi melalui email aliman@mail.ugm.ac.id atau Instagram @alimantan_   

Referensi:

Krisnawati, E., 2021, “Kearifan Lokal di Indonesia dan Contohnya dalam Berbagai Bidang“,diakses pada 14 Juli 2021, dari https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/kearifan-lokal-di-indonesia-dan-contohnya-dalam-berbagai-bidang-gaQQ

Samaggi Phala, 2016, “Kisah Kosiya, Orang Kaya yang Kikir“, diakses pada 16 Juli 2021, dari https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-kosiya-orang-kaya-yang-kikir/

Setiadi, B., 2018, “Sudut Pandang: Perlindungan Lingkungan Menurut Agama Buddha“, diakses pada 16 Juli 2021, dari https://buddhazine.com/sudut-pandang-perlindungan-lingkungan-menurut-agama-buddha/

Situmorang, R. O. P. & Silalahi, J., 2014, “Agama dan Konservasi Lingkungan: Pandangan Agama Buddha pada Pengelolaan Taman Alam Lumbini“,Medan: Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

Teresa, V., 2020, “Pandangan Agama Buddha Tentang Alam Semesta“, diakses pada 16 Juli 2021, dari https://binus.ac.id/character-building/2020/04/pandangan-agama-buddha-tentang-alam-semesta/