EC Article May Edition 2024

| By kamadhis.ukm

background

Strawberry Generation yang Rentan dengan Commitment Issue

“Siapa sih yang ingin hidup susah? Kalau ada yang mudah kenapa harus yang sulit?” 

Pernyataan semacam ini setidaknya pernah muncul sekali dalam benak kita. Secara naluriah, kita cenderung memilih sesuatu yang mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Kemajuan teknologi yang ada sekarang, memang membuat kita semakin terperosok ke dalam lubang kenyamanan. Tanpa kita sadari, kemudahan dan kesenangan yang didapatkan secara instan tidak mengantarkan kita kepada kemajuan. Kemajuan teknologi bagaikan pisau bermata dua yang bisa membantu atau melukai penggunanya apabila tidak digunakan dengan bijak.

Tentu, penyebab dari kurangnya motivasi anak muda ketika dihadapkan dengan tantangan tidak hanya dari kemajuan teknologi saja. Banyak faktor lain yang menyebabkan kita dijuluki sebagai “Generasi Strawberry”, yakni generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati (Prihatina, 2022). Permasalahan se-simple menunda pekerjaan ternyata juga bisa membentuk mentalitas generasi strawberry yang rentan dengan commitment issue. Kebiasaan kecil seperti mindset “kalo ada yang mudah kenapa harus yang sulit” perlahan membentuk siklus destruktif yang berdampak besar dalam pengambilan keputusan penting dalam hidup. 

Gambar 1. Generasi muda yang kreatif tapi mudah menyerah ibarat strawberry (Sumber gambar: Strawberry Generation – Duta Damai Sumatera Bara.com)

Commitment issue tidak sebatas ketika menjalin hubungan dengan doi atau orang yang kita sayang loh. Berkomitmen tidak melulu tentang hubungan, tetapi berkomitmen memiliki arti yang luas dan tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Komitmen sangat diperlukan dalam organisasi, akademik, dan dunia kerja nanti. Contohnya, ketika kita memiliki goals 10 tahun mendatang untuk mempunyai pemasukan minimal 3 digit atau tahun ini menjadi ketua di sebuah organisasi. Nah, untuk mencapai goals tersebut pasti perlu ada komitmen dan pengorbanan dong. Pengorbanan seperti waktu, tenaga, dan uang memang merupakan harga yang harus dibayar untuk mencapai goals kita. Lantas, bagaimana jika kita tidak bisa berkomitmen dengan goals yang kita inginkan? Mau hidupnya stagnan dan begini-begini aja?

Perlu kita ketahui bahwa commitment issue ini berakar dari minimnya pengetahuan kita tentang manajemen stres yang baik. Manajemen stres adalah suatu kegiatan mengatur stres yang ada dalam diri manusia sehingga stres tersebut tidak menjadi hal yang merugikan (Mentari et al, 2020). Apabila kita tidak bisa mengelola stres dengan baik, alhasil kita jadi lebih mudah untuk mengalami burn out, seperti sumbu pendek yang dapat dengan mudah meledak apabila tersulut oleh percikan api. Hal ini sangat bertentangan dengan sikap yang dibutuhkan dalam membangun sebuah komitmen. Sikap yang sabar, tenang, dan seimbang merupakan cerminan dari kepribadian orang yang mampu berkomitmen.

Sesuai dengan ajaran Sang Buddha, kita harus memiliki ketenangan dan keseimbangan batin untuk menghadapi berbagai permasalahan. Menjaga pikiran dari adalah kunci dari manajemen stress yang baik, seperti yang dikatakan dalam dhammapada syair pertama. Mindfulness adalah langkah awal untuk mengontrol pikiran kita. Memang sulit untuk mengubah pola pikir yang lama, terlebih jika sudah menjadi kebiasaan & kepribadian kita. Oleh karena itu, sebaiknya milikilah kesadaran bahwa pikiran sepenuhnya berada di dalam kontrol kita. 

Gambar 2. Pesan dhammapada tentang pikiran (Sumber Gambar : dokumentasi pribadi)

Kepribadian adalah karakter seseorang yang dinamis dan terintegrasi yang termanifestasikan dalam cara berpikir, merasakan, dan bertindak secara unik dan stabil yang mencirikan tanggapan seseorang terhadap situasi hidup yang meliputi: kesadaran (conscientiousness), ekstraversi (extraversion), keramahtamahan (agreeableness), stabilitas emosional (emotional stability), dan keterbukaan terhadap pengalaman (openness to experience) (Simarmata, 2014). Kepribadian memiliki hubungan yang erat dengan caramenyikapi sebuah tekanan. Terlebih dalam menjalani sebuah komitmen, dibutuhkan pengenalan diri yang baik untuk mencapai goals kita masing-masing. Menurut Simarmata (2014), kepribadian yang kuat/akurat akan mengakibatkan komitmen organisasi menjadi lebih baik/kuat. Hal ini sangat mencerminkan kepribadian seperti apa yang harus kita bentuk, agar kita tidak lagi menjadi generasi strawberry yang rentan terhadap commitment issue.

Tentu tidak mudah untuk membentuk kepribadian yang tangguh dari pesatnya tren commitment issue di generasi kita. Kita perlu mengawalinya dengan memiliki kesadaran terhadap diri sendiri. Find your why dan alasan di belakang commitment issue yang kita miliki, karena melarikan diri dari masalah tidak akan membuat masalah tersebut selesai. Kedua, take baby steps dengan membuat komitmen kecil yang dimulai dari diri sendiri. Contoh, milikilah komitmen untuk merapikan tempat tidurmu setelah bangun atau bereskan meja setelah pekerjaanmu selesai. Dengan membentuk kebiasaan kecil, maka seiring waktu perubahan besar pun akan terasa jauh lebih mudah. And last but not least, jika commitment issue ini terus berkepanjangan maka jangan sungkan untuk mencari bantuan profesional seperti ke therapist. Mintalah bantuan kepada orang yang tepat, untuk mendengarkan dan memberi masukan terhadap permasalahanmu. 


Daftar Pustaka 

Prihatina, R., 2022, Generasi Strawberry, Generasi Kreatif Nan Rapuh Dan Peran Mereka di Dunia Kerja Saat Ini,. diakses pada 9 Mei 2024 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pekalongan/baca-artikel/14811/Generasi-Strawberry-Generasi-Kreatif-Nan-Rapuh-dan-Peran-Mereka-Di-Dunia-Kerja-Saat-Ini.html

Mentari, A.Z.B., Liana, E. and Pristya, T.Y., 2020, Teknik Manajemen Stres yang Paling Efektif pada Remaja: Literature Review. JURNAL ILMIAH KESEHATAN MASYARAKAT: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(4), pp.191-196.

Simarmata, R., 2014, Pengaruh Kepribadian Dan Pengambilan Keputusan terhadap Komitmen Organisasi. Jurnal Manajemen Pendidikan, 5(1).